NEWS

Dukung Mendikbud, Rektor UTS: Ada Mahasiswa Terkendala Skripsi 7 Tahun

SUMBAWA, KOMPAS.com – Rektor Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendukung dan menyambut baik Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang tidak mewajibkan mahasiswa strata 1 (S1) membuat skripsi untuk kelulusan.

Rektor UTS Chairul Hudaya mengatakan pihaknya menyambut baik aturan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim terkait aturan tak mewajibkan skripsi menjadi syarat kelulusan mahasiswa.

“Aturan ini bukan penyederhanaan soal skripsi saja. Standar nasional di bidang waktu SKS (sistem kredit semester) juga. Jadi silakan saja kalau ingin itu,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (31/8/2023).

Chairul menyebutkan, Permen Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi itu memiliki banyak metode yang bisa dipilih mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir. Namun aturan itu tetap harus ditentukan oleh perguruan tinggi (PT).

“Ini bagus buat mahasiswa yang terkendala dalam penelitian skripsinya. Karena ada mahasiswa itu menyelesaikan kuliah terkendala penelitian 6 sampai 7 tahun,” sebut Chairul.

Ia menilai kewajiban membuat karya ilmiah dalam bentuk skripsi bagi S1 dan Tesis untuk S2 itu memang mengarahkan lulusan sebagai peneliti.

“Jadi itu banyak sebenarnya mahasiswa lulus jadi pengusaha. Artinya aturan ini, PT dibebaskan menerapkan beragam metode tugas akhir mahasiswa,” ujarnya.

Menurut dia, dalam aturan yang baru tersebut tugas akhir mahasiswa nantinya akan berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya. Dalam aturan tersebut mahasiswa tidak diwajibkan lagi memilih skripsi, tesis, atau disertasi sebagai syarat kelulusan.

“Skripsi ini sifatnya teoritis dan praktis. Nanti ada metode prototipe membuat sesuatu hal yang baru jika mahasiswa memilih itu. Membuat skripsi itu boleh. Tapi metodenya dibebaskan. Pilihan merdeka belajar itu adalah mahasiswa bebas memilih metode apa. Prototipe, proyek atau skripsi,” jelasnya.

Jika mahasiswa terkendala biaya dalam memilih metode prototipe atau proyek sebagai karya akhir syarat kelulusan, bisa dilakukan secara kolektif dengan dosen pengampu.

“Misalnya dia berkolaborasi dengan proyek dosen. Itu nanti biaya dari hasil proyek tersebut kan,” ucapnya. Saat ini, UTS akan melakukan kajian dan akan melakukan penyesuaian dengan aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Nadiem pada Selasa (29/8/2023) kemarin.

“Sesegera mungkin akan kita implementasikan juga. Membantu mahasiswa kita agar lulusnya lebih baik. Bisa bermanfaat kemudian bagi masyarakat juga,” ungkapnya.

Chairul pun mengklaim bahwa program merdeka belajar yang digaungkan Nadiem Makarim juga sangat membantu mahasiswa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sebelum terjun ke dunia kerja.

“Misalnya mahasiswa magang di perusahaan bisa langsung laporan magangnya tidak harus skripsi. Saya di Korsel dulu tidak ada skripsi untuk mahasiswa S1. Ini kan berat sekali. Saya kira Permendikbud yang baru akan memperbanyak mahasiswa ikut program merdeka belajar juga,” katanya.

Chairul juga mencontohkan selama program merdeka belajar, lebih dari 100 desa di Kabupaten Sumbawa terbantu dengan program tersebut. Pasalnya mahasiswa mampu mengembangkan potensi desa-desa sesuai lokasi pengabdi selama mengikuti program merdeka belajar.

“Program ini kan mengonversi SKS (sistem kredit semester) mahasiswa yang bisa cepat mendapatkan pekerjaan. Magang di perusahaan dan industri. Lebih mudah bekerja setelah lulus,” pungkasnya.